Selasa, 03 Desember 2013

Tepat tanggal 1 hingga nanti tanggal 7 Desember, bahkan sampai saat ini pun kita dihebohkan dengan berita adanya Program Pekan Kondom Nasional yang digulirkan tanggal selama satu pekan kedepan, hal ini terus menuai kritik. Selain dikritik adanya program tersebut, kemasan-kemasan programnyapun sangat ‘menjijikan’ bahkan saya pikir ini program yang bukan mengajarkan hidup sehat melainkan mengajarkan masyarakat untuk melakukan hubungan seksual, bagaimana tidak, program ini membagi-bagikan kondom gratis kepada masyarakat, parahnya lagi sajian bus warna merah seolah-olah ‘menantang’ masyarakat untuk mencoba, lantas dijadikannya kampus sebagai salah satu sasaran program dari peringatan HIV/AIDS.
Pierre Frederick, Senior Brand Manager Sutra dan Fiesta, mengatakan keberadaan “bus kondom” berwarna merah akan ditunda untuk sementara. “Program games interaktif seputar kesehatan seksual untuk sementara ini kita tunda dikarenakan banyaknya persepsi yang salah tentang bus ini,” tulis Pierre dalam emailnya untuk detikHealth pada hari Senin (2/12/2013).
Terlepas dari apapun alasannya, program pembagian kondom gratis memang harus kita ‘HARAM’ kan, karena secara tidak langsung ‘memfasilitasi’ free sex dan prilaku-prilaku sex yang menyimpang, lain halnya dengan menggunakan kemasan-kemasan seperti memberikan pemahaman tentang pola hidup sehat, apakah dengan materi, brosur dan famplet serta menkes sendiri memberikan penyuluhan dirasa tidak cukup...??
Lagi-lagi saya berpikir entah apa yang ada dibenak menkes, jika ingin mengajarkan pola hidup sehat tentunya gunakan cara-cara yang sehat pula, bukan cara-cara yang malah mengundang penyakit yang akhirnya tinggal menunggu kehancuran, bukan lagi malah menekan kenaikan pengguna atau masyarakat yang terjangkit virus HIV/AIDS tapi malah akan meningkatkan peningkatan masyarakat yang terkena virus HIV/AIDS.
Sadar atau tidak sadar menkes kita sedang mengajarkan pola hidup yang sehat dengan cara memberikan penyakit “bagi-bagi kondom’, terlebih fokus utamanya adalah para remaja bukan orang tua yang sudah pada menikah. Aneh rasanya jika anak-anak remaja bahkan kampus menjadi sasaran utama pembagian kondom gratis, lantas setelah mendapatkan kondom gratis apakah bisa menyelesaikan masalah..?? Mubazir rasanya jika uang rakyat dibelikan kondom gratis, terlebih cara yang paling ampuh adalah pemberian obat-obatan yang mampu mencegah virus tersebut, periksa penyakit gratis, bukan malah membagi-bagikan kondom, membuat bus yang ‘menantang’ dan sasarannya dikampus-kampus.
Masyarakat kita bukan masyarakat yang bodoh, coba tanya apakah untungnya mendapatkan kondom gratis...?? terlebih bagi para mahasiswa, remaja dan anak-anak tongkrongan...?? bukankah mereka pun jijik dengan hal itu.
Program pembagian kondom itu jelas sangat menjijikan, sebagai seorang mentri tentu banyak cara yang jauh lebih baik dan atraktif dalam mengemas pola hidup sehat. Bukan malah menambah daftar penyebaran virus HIV/AIDS.
Menteri Kesehatan RI Nafasiah Mboi bahkan dengan lantang mengatakan bahwa kondom sekarang tidak berpori jadi akan aman digunakan untuk mencegah kehamilan dan virus HIV/AIDS. “Bila dipakai dengan tepat, benar dan konsisten, sangat efektif, hampir 100%. Sekarang yang dipakai adalah kondom dari latex yang tidak berpori, dan makin banyak bukti-bukti yang menunjukkan efektivitas kondom untuk pencegahan penyakit maupun kehamilan yang tidak direncanakan,”.
Tapi apakah kondom menjadi solusi aman untuk mencegah HIV / AIDS..?? Prof. DR. dr. Dadang Hawari membantahnya. ”Saya bisa pastikan salah besar. Karena kondom dibuat dari latex, berarti berserat berpori-pori. Kalau tidak berserat dan tidak berpori-pori itu dari plastik. Ukuran pori-porinya 1/60 mikron, kecil sekali. Kondom dirancang untuk Keluarga Berencana, untuk mencegah sperma. Ukuran virus di banding sperma 1/450 kali lipat. Jadi virus HIV sangat kecil sekali dibanding sperma yang bentuknya seperti kecebong itu.”
Prof. Dadang mengingatkan penelitian di Indonesia lima tahun yang lalu untuk KB dengan kondom, gagal 20 persen. “Apalagi untuk HIV/AIDS. Sekarang kenyataannya, dengan menggunakan kondom ternyata semakin banyak pula yang terkena HIV/AIDS, padahal kampanye sudah bertahun-tahun, pengidap HIV/AIDS semakin banyak bukannya menurun.”
Prof Dadang lanjut menjelaskan, “Di Amerika, 1/3 jumlah kondom yang  beredar di pasar bocor. Kesimpulan dari penelitian dari Badan POM di Amerika tahun 2005, tidak dikampanyekan lagi kondom karena mulai gagal. Kondom untuk sperma bukan untuk virus HIV yang sangat kecil”.
Sangat jelas sekali bahwa pekan kondom nasional dengan membagi-bagikan kondom gratis yang sasaran utamanya adalah remaja bahkan rencananya dikampus-kampus adalah solusi yang sangat menjijikan. Kondom dibagikan bagi para pasangan suami istri yang sudah menikah bukan remaja yang masih sekolah, kuliah.

Sederhananya jika ingin memperingati hari HIV/AIDS tentu lihat negara-negara maju yang mengemasnya secara mendidik dan ‘terkesan’ menakuti para pelakunya bukan malah ‘memfasilitasi’ dengan kemasan-kemasan yang menggoda. Befikir cerdas dalam upaya membangun karakter bangsa dimulai dari bagaimana para mentri yang ada menciptakan solusi dan program-program yang mendidik dan membangun bukan sebaliknya. Kampanyekan hidup sehat dengan pola dan prilaku hidup sehat BUKAN membagikan kondom gratis.


Oleh : Abdurrahman (Sekretaris Umum PK IMM STKIP Muhammadiyah Bogor)

0 komentar:

Posting Komentar